Selasa, 28 Juli 2009

Langkah II Perencanaan Keuangan

Check Your Financial Health

Dalam tulisan terdahulu saya telah mengulas tahapan pertama dalam membuat perencanaan keuangan yakni memikirkan mimpi-mimpi keuangan kita dan menetapkan secara spesifik tujuan keuangan yang hendak kita capai sesuai dengan prioritas dan realitas keuangan kita.


Berikut saya akan mengulas tahapan kedua yakni, melakukan pengecekan terhadap kondisi keuangan kita. Tahapan ini menjadi penting karena dari sinilah sesungguhnya kita mampu memotret profil keuangan kita. Apakah sesungguhnya keuangan kita dalam posisi sehat atau justru sebaliknya memiliki menyakit kronis yang harus diperbaiki. Karena kami banyak menemui klien yang sesungguhnya memiliki income yang bisa dikatakan besar tapi justru profil keuangannya amburadul.

Tapi berapa banyak kami juga menemukan klien yang penghasilannya tidak terlalu besar untuk ukuran kebanyakan orang tapi ia memiliki profil keuangan yang cukup sehat... Artinya ia memiliki kemampuan menabung dan berinvestasi yang cukup tinggi. Profil keuangan dikatakan baik manakala ia mampu menunjukkan tidak besar pasak daripada tiang...


Lalu, bagaimana cara kita bisa mengetahui profil keuangan kita pada saat ini? Untuk mengetahuinya ada 2 hal penting yang harus bapak/ibu buat mulai hari ini, yaitu neraca rumah tangga yang akan menggambarkan posisi kekayaan bersih yang bapak/ibu miliki dan laporan arus kas.


1. Neraca Rumah Tangga (Posisi Kekayaan Besih)

Sering kita melihat di jalan atau mungkin di sekeliling rumah kita orang-orang yang memiliki mobil lebih dari satu, rumah mewah, dan harta benda lainnya yang menunjukkan bahwa orang yang Anda lihat itu adalah orang kaya... mungkin banyak dari kita berpikir bahwa orang yang memiliki banyak harta bendanya adalah orang kaya sekali...

Aitss nanti dulu, jangan salah lho bisa jadi mereka yang menurut Anda lebih kaya dari Anda tapi ternyata justru lebih miskin dari Anda.... kenapa demikian???? Karena jaman sekarang sangat mudah untuk meminjam kredit untuk membeli properti dan asset-asset lainnya. Jadi sangat mungkin orang yang kelihatan tampak kaya luar biasa itu justru mereka mereka memiliki kekayaan bersih yang jauh lebih sedikit dari apa yang Anda miliki, Hal ini disebabkan kareana total kewajibannya jauh dari angka normal bahkan hampir menandingin total assetnya.... Banyak sekali orang-orang yang kelihatan kaya itu memiliki cicilan hutang yang sangat bengkak, bukankah ini artinya ia lebih besar pasak daripada tiang. Jadi, untuk mengetahui apakah bapak/ibu atau seseorang itu bisa dikatakan benar-benar kaya atau tidak, kita harus menghitung jumlah hartanya dikurangi dengan jumlah hutangnya.


Saya ingin sedikit menconthokan misalkan Tuan Abduh memiliki sebuah Innova yang nilainya sekitar Rp. 250.000.000,-. Mobil ini dibelinya secara kredit, dengan sisa angsuran Rp. 10.000.000,- sebanyak 20 kali.

Jadi kekayaan Tuan Abduh yang sebenarnya dari Innovanya tersebut adalah:
= Rp. 250.000.000,- - (20 x Rp. 10.000.000,-)
= Rp. 50.000.000,- (inilah sesungguhnya kekayaan bersih Tuan Abduh)


2. Laporan Arus Kas

Secara umum laporan arus kas terdiri dari 2 bagian, yaitu Arus Kas Masuk (pendapatan), dan Arus Kas Keluar (pengeluaran). Pada bagian Arus Kas Masuk, kita menuliskan pendapatan-pendapatan kita seperti gaji, tunjangan, bonus, atau mungkin ada pendapatan dari pekerjaan sampingan.

Sementara pada Arus Kas Keluar terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama adalah pengeluaran untuk tabungan atau investasi. Bagian keduanya adalah pengeluaran untuk biaya tetap (biaya yang setiap bulan harus kita bayar dalam nilai yang sama), misalnya KPR, KPM, iuran TV, Premi Asuransi, dan lain-lain. Sementara bagian ketiga adalah pos-pos pengeluaran kita seperti makanan, pakaian, transportasi, hiburan, kesehatan, pendidikan, pembayaran kartu kredit dan lain-lain. Kita harus selalu memahami prinsip dasar dari keuangan rumah tangga kita yakni “Pendapatan harus lebih besar daripada pengeluaran”. Apakah hal ini benar-benar terjadi pada arus kas Anda?


Dari arus kas yang Bapak/Ibu tuliskan inilah nantinya kita memetrot sejauh apa kondisi kesehatan keuangan Anda, setidaknya ada beberapa rasio dasar yang harus Bapak/Ibu ketahui:

Saving Rate Rasio = Tabungan + investasi sebulan/Penghasilan per bulan (Rasio yang menggambarkan komitmen kita menyisihkan sebagian penghasilan saat ini demi untuk mencapai tujuan di masa akan datang. Rentangan presentasi yang baik adalah antara 10%-30%.

Debt Service Ratio = Cicilan utang per bulan/ Penghasilan per bulan. (Rasio yang menggambarkan pengaruh hutang terhadap kehidupan kita tiap bulan. Jangan sampai keringat dan capek dan kelelahan usaha, kerja kita mulai pagi sampai malam hari hanya dihabiskan untuk melunasi cicilan-cicilan hutang saja. Maka, batasan yang baik untuk rasio ini adalah maksimal 30% dari pendapatan per bulan kita.

Rasio Likuiditas = Total harta lancar/ Pengeluaran dalam setiap bulan (Rasio yang menggambarkan berapa lama kita mampu bertahan hidup dengan menggunakan harta lancar. Dengan kata lain rasio ini adalah kemampuan dana darurat yang dapat kita sediakan (Batasannya adalah 3 kali, 6 kali, 9 kali atau 12 kali)

Dapatkan check Up financial Healt gratis dengan mengirim sms ke nomor 021 68962925 dengan format: nama,alamat,tgl lahir, pekerjaan, email address... saya tunggu yaa...

Kamis, 16 Juli 2009

Lanjutan Langkah I Perencanaan Keuangan

Setelah kita bermimpi dan mengukur secara realistik mimpi-mimpi keuangan seperti yang telah saya sampaikan dalam tulisan sebelumnya, kini giliran kita merasionalisasi mimpi-mimpi tersebut. Pikirkan secara serius apa sich tujuan akhir dari keuanan kita. Apabila sejak awal kita sudah memikirkan dan menentukan apa saja sih tujuan yang ingin kita capai dengan uang yang kita miliki, kita dapat membuat rencana keuangan yang sesuai, mengimplementasikannya sehingga akhirnya tujuan kita bisa tercapai dalam waktu yang lebih cepat. Bukankah lebih cepat, lebih baik. Seperti jargon JK dalam setiap kampanyenya.

Kira-kira apa saja tujuan keuangan itu: kita bisa memulainya dengan membagi tujuan keuangan menjadi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Apa saja yang termasuk tujuan jangka panjang itu?

1. Dana untuk membiayai hari tua kita (masa pensiun), tentu sesuai dengan gaya hidup yang kita inginkan.
2. Dana untuk membiayai pendidikan anak sesuai dengan jenjang pendidikan tinggi yang dikehendaki (bisa S1,S2, atau sampai doktoral)
3. Dana yang akan kita wariskan kepada anak-cucu kita, jika kelak kita menghadap Tuhan.
4. Perlindungan keuangan dari risiko hidup yang mungkin saja terjadi pada diri kita, dan anggota keluarga lainnya.
5. Dana untuk mendirikan bisnis pasca bekerja bagi Anda para pekerja yang ingin berbisnis sambilan ataupun fulltime.
6. Dana sosial bagi Anda yang ingin mengabdikan dirinya untuk kegiatan amal bagi organisasi sosial yang Anda dirikan maupun hanya sebagai donatur saja.
7. Dana untuk perjalanan spiritual (ibadah haji dan wisata ruhani) bersama seluruh anggota tercinta.

Sedangkan tujuan keuangan jangka pendek misalnya adalah:
1. Membeli asset seperti rumah, mobil, barang elektronik dll
2. Melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi
3. Merenovasi rumah atau asset properti Anda
4. Rencana libur akhir tahun bersama keluarga
5. Melaksanakan kegiatan amal

Ada beberapa pedoman dalam menuntukan tujuan keuangan ini yakni, harus spesifik atau jelas apa yang diinginkan, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan mempunyai jangka waktu yang jelas dalam upaya pencapaiannya.

Dalam menentukan tujuan keuangan ini, perlu saya sampaikan bahwa perlu bagi Bapak/Ibu untuk dapat mencatat atu menuliskannya baik di sehelai kertas maupun file komputer Anda. Setelah itu kita harus mampu mengurutkan tujuan-tujuan itu ke dalam perioritas pencapaiannya. Tujuan apa yang paling penting dan berharga bagi Anda itulah yang harus diurutkan dalam urutan-urutan teratas sampai pada akhirnya tujuan-tujuan yang kurang terlalu penting/berharga bagi Anda. Hal ini mutlak dilakukan mengingat, kita sering dibatasi oleh sumber daya (pendapatan kita). Jangan sampai kita mampu mencapai tujuan kita yang sebenarnya bukan prioritas kita, justru sebaliknya apa yang paling kita dambakan dalam hidup ini tak terpenuhi, lantaran kita salah memberikan prioritas dalam tujuan.... (selamat membuat perencanaan Keuangan)

Salam Sukses dan Bahagia
Nur Jamaludin (021)68962925

Senin, 13 Juli 2009

Selamatkan Koperasi Indonesia


Pro kontra ekonomi kerakyatan versus neoliberalisme relevan dikaitkan dengan koperasi. Penjelasannya sederhana. Walau bukan satu-satunya unsur penting ekonomi kerakyatan, harus diakui koperasi primadona ekonomi kerakyatan.

Hal itu dapat disimak pada bunyi Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 berikut, "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan."
Bung Hatta berulang kali menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan" ialah koperasi. Sebab itu, mudah dimengerti bila dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 (sebelum dihapuskan), tercantum kalimat, "Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu [ekonomi kerakyatan], ialah koperasi."

Artinya, dalam sistem ekonomi kerakyatan, koperasi tidak hanya diakui sebagai bentuk perusahaan yang ideal, tetapi sekaligus ditetapkan sebagai model mikro sistem perekonomian. Sebab itu, mudah dipahami bila Bung Hatta berkata, "Jadinya Indonesia ibarat satu taman yang berisi pohon-pohon koperasi, yang buahnya dipungut oleh rakyat yang banyak," (Hatta, 1932).

Pertanyaannya, di tengah-tengah situasi perkoperasian Indonesia yang terus-menerus mengalami penggerogotan jati diri sebagaimana berlangsung 42 tahun belakangan ini, relevankah berharap kehadiran ekonomi kerakyatan sebagai alternatif sistem perekonomian kita ?

Sebagian besar di antara kita mungkin menjawab "tidak." Tapi nanti dulu. Jawaban yang lebih tepat, saya kira, harus dicari dengan menelusuri latar belakang penggerogotan jati diri koperasi. Faktor apa yang memicu penggerogotan jati diri koperasi, yang sepintas tampak alamiah ?

Jawabannya dapat ditelusuri pada penerbitan UU Koperasi No. 12/ 1967. Sebagaimana UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang membatalkan UU No. 16/1965 tentang pengakhiran segala bentuk keterlibatan modal asing, UU Koperasi No. 12/1967 adalah pengganti UU Koperasi No. 14/1965. Artinya, dalam pandangan sepintas, dengan dapat disaksikan penerbitan UU Koperasi No. 12/1967 hampir mustahil bisa dipisahkan dari proses peralihan kekuasaan dari pemerintahan Soekarno yang kekiri-kirian, ke pemerintahan Soeharto yang pro-AS.

Perubahan mendasar apakah yang terjadi dalam UU Koperasi No. 12/1967? Saya tidak membandingkan UU Koperasi pemerintahan Soeharto itu dengan UU Koperasi No. 14/ 1965. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih objektif, saya akan membandingkannya dengan UU Koperasi No. 79/1958.

Penggerogotan sistematis

Satu hal mendasar dalam koperasi adalah kriteria keanggotaannya. Dalam UU Koperasi No. 79/ 1958, kriteria keanggotaan koperasi diatur dalam Pasal 18. Bunyinya, yang dapat menjadi anggota koperasi adalah yang "mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang diselenggarakan oleh ko-perasi." Artinya, sesuai dengan penjelasan Bung Hatta mengenai perbedaan koperasi dengan perusahaan perseroan, "Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerja sama untuk menyelenggarakan keperluan bersama" (Hatta, 1954).

Bandingkanlah hal itu dengan kriteria keanggotaan koperasi dalam UU Koperasi No. 12/1967. Sebagaimana diatur dalam Pasal 11, keanggotaan koperasi "didasarkan pada kesamaan kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi." Selanjutnya, menurut Pasal 17, yang dimaksud dengan anggota yang memiliki "kesamaan kepentingan" adalah "suatu golongan dalam masyarakat yang homogen karena kesamaan aktivitas/kepentingan ekonominya."

Implikasi perubahan kriteria keanggotaan itu adalah pada berubahnya corak koperasi yang berkembang. Sebelum 1967, koperasi cenderung berkembang berdasarkan jenis usahanya. Setelah 1967, jenis koperasi yang tumbuh pesat adalah koperasi golongan fungsional seperti koperasi PNS, koperasi angkatan bersenjata, koperasi karyawan, dan koperasi mahasiswa.

Yang mencolok adalah pembentukan induk-induk koperasi dalam lingkungan angkatan bersenjata. Jika koperasi-koperasi golongan fungsional yang lain tergabung dalam satu induk koperasi, dalam lingkungan angkatan bersenjata terdapat enam induk koperasi, yaitu Induk Koperasi Angkatan Darat, Induk Koperasi Angkatan Laut, Induk Koperasi Angkatan Udara, Induk Koperasi Kepolisian, Induk Koperasi Purnawirawan ABRI, dan Induk Koperasi Veteran.

Karena keanggotaan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) diwakili oleh induk-induk koperasi dan Dewan-dewan Koperasi Wilayah, sejak 1967, kepengurusan gerakan koperasi cenderung didominasi oleh keluarga besar angkatan bersenjata. Bersamaan dengan itu, koperasi yang secara yuridis dideklarasikan sebagai gerakan ekonomi rakyat, maka dalam era pemerintahan Soeharto berubah fungsi menjadi alat kekuasaan.

Pada 1992 memang terbit UU Koperasi No. 25/1992. Namun, secara substansial tidak terjadi perubahan apa pun mengenai kriteria keanggotaan koperasi. Puncak penggerogotan jati diri koperasi bahkan terjadi pada Juli 1997, 10 bulan sebelum kejatuhan Soeharto, yaitu ketika Dekopin menganugerahkan gelar Bapak Penggerak Koperasi kepada Soeharto.

Sejak kejatuhan Soeharto, koperasi praktis terlupakan. Lebih-lebih setelah berlangsung amendemen Pasal 33 UUD 1945 pada 2002. Dengan dihapuskannya penjelasan Pasal 33 UUD 1945, maka penggalan kalimat yang berbunyi, "Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi" tadi, turut menguap bersama hilangnya penjelasan tersebut.

Penggerogotan jati diri koperasi tidak terjadi secara alamiah, tetapi dilakukan secara sistematis. Tujuannya, sesuai dengan semangat UU No. 1/1967 tentang PMA, untuk melempangkan jalan bagi masuknya modal asing.

Jika dilihat dari sudut prokontra ekonomi kerakyatan versus neoliberalisme, penggerogotan jati diri koperasi yang telah berlangsung 42 tahun itu harus dilihat sebagai upaya sistematis pihak kolonial, yang berkolaborasi dengan penguasa domestik, untuk membunuh ekonomi kerakyatan dan mengembangkan neoliberalisme.
Sebagai bagian integral dari perlawanan terhadap neoliberalisme, penyelamatan koperasi dengan cara memulihkan jati dirinya mutlak dilakukan. Ajakan ini tidak tertuju kepada warga koperasi yang telah terkontaminasi oleh neoliberalisme, tetapi kepada mereka yang masih setia pada cita-cita proklamasi dan amanat konstitusi yang asli. Dirgahayu koperasi Indonesia!

Oleh Revrisond Baswir
Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM.
sumber: http://bisnisindonesia.com